Berita terbaru di Milis Eben-Net

PESTA - Pendidikan Elektronik Studi Teologia Awam

Rabu, 04 Februari 2009

DISKUSI Tenatnag : "PELAKSANAAN BAPTISAN ORANG ATAS NON-KRISTIANI"

Syalom ...

Di milis GPIB, ada topik diskusi yang cukup bagus untuk memberikan pencerahan untuk kita warga GPIB. Semoga diskusi dibawah ini bermanfaat untuk membuka pemahaman kita semua.

Villy.

Re: [ G P I B ] PELAKSANAAN BAPTISAN ORANG ATAS NON-KRISTIANI

Wednesday, February 4, 2009 1:59 PM
From:
Add sender to Contacts
To:
gpib@yahoogroups.com
Noke, terima kasih banyak untuk penjelasannya. Beta sangat setuju dengan pemahaman teologis alkitabiah tentang baptisan seperti yang ale sampaikan. Hanya beta inginkan agar teman2 di Departemen teologi GPIB mengkajinya dengan baik untuk disampaikan kepada semua pendeta GPIB sebagai pemahaman GPIB sebagai gereja tentang baptisan. Karena ada beberapa rekan pendeta GPIB yang menolak untuk membaptis anak yang ayahnya bukan seorang Kristen.
Noke, masih banyak masalah2 teologis yang harus dikaji dengan seksama oleh teman2 di Departemen teologi untuk dijadikan pedoman bagi para pendeta di jemaat dalam melaksanakan panggilan dan pengutusan Gereja. Salah satu contoh : ada sepasang calon mempelai. Calon mempelai laki2 adalah warga GPIB. Calon mempelai perempuan adalah warga Gereja Katolik Roma. Mereka telah sepakat akan menikah di GPIB. Sesudah menikah, mempelai laki2 tetap menjadi warga GPIB dan mempelai perempuan tetap menjadi warga Gereja Katolik Roma. Pertanyaannya : apakah mempelai perempuan harus diteguh sebagai sidi gereja di GPIB karena untuk menikah di GPIB, salah satu syaratnya adalah sudah sidi ?
Salam buat Sien dan anak2. Kapan katorang bakudapa ? Beta sekarang melayani di Gloria Bekasi.


________________________________
From: arie ihalauw <lionzimba@yahoo.com>
To: gpib@yahoogroups.com
Sent: Wednesday, February 4, 2009 12:33:44 PM
Subject: [ G P I B ] PELAKSANAAN BAPTISAN ORANG ATAS NON-KRISTIANI


PELAKSANAAN BAPTISAN
ORANG ATAS NON-KRISTIANI

Sahabat – sahabat,

Beta menghormati semua pemikiran tentang pemahaman terkait pada pokok tersebut di atas. Semuanya itu baik, sejauh kita mengerti akar persoalan yang akan dihadapi Gereja atau seorang Pelayan Firman, sebelum dan sesudah pelayanan sakramen baptisan atas orang-orang non-kristiani. Beta mencoba menyoroti hal itu dari :

1. LANDASAN TEOLOGIS

Beta seng bermaksud menggurui kalian. Akan tetapi beta menjelaskan dasar pemahaman pribadi tentang pelaksanaan dan penyelenggaraan baptisan.

1.a. TUHAN adalah Allah untuk semua orang, baik orang-orang kristen maupun non-kristiani. Demikian pun Kristus-Yesus adalah Tuhan atas dan bagi semua orang, entah diakui / diimani maupun tidak. Dia, Tuhan Allah, merancangkan dan melaksanakan pembebasan / penyelamatan, yakni: pengampunan dosa untuk hidup kekal, bagi semua orang yang percaya kepada-Nya di dalam nama Tuhan Yesus ( Yoh. 3 : 16 ).
1.b. Menurut pemahaman iman GPIB dan pengakuan iman oikumenis yang dipegang oleh Gereja-Gereja Kristen sejak Abad III AD, Kristus-Yesus adalah Tuhan ( Pil. 2 : 11 ), dan, di dalam Dia, Allah berkenan mengampuni setiap orang berdosa ( Kis. 4 : 12 ).
1.c. Menurut kesaksian penulis – penulis Perjanjian Baru, Kristus-Yesus telah datang dan menggenapi seluruh tuntutan Allah yang dinyatakan-Nya dalam Taurat Musa (“ ... Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya” ---> Mat. 5 : 17dst).
1.d. Hal seperti itu pula ditegaskan Kristus-Yesus sebelum Ia dibaptiskan oleh Yohanes Pembaptis ( Mat. 3 : 15 ---> “Yesus menjawab, kata-Nya kepadanya: "Biarlah hal itu terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah." Dan Yohanes pun menuruti-Nya” ). Oleh karena itu, Perjanjian Baru menegaskan, bahwa Allah menerima seluruh ibadah manusia, jikalau hal itu dilakukan dalam iman kepada Kristus-Yesus, sebab di dalam pekerjaan-Nya tampak jelas seluruh kehendak Allah yang dituliskan (sejak zaman Perjanjian Lama).

TENTANG BAPTISAN

i). Kristus-Yesus memerintahkan kepada utusan-utusan-Nya (para murid), “pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (Mat. 28:19, 20a). Jadi pembaptisan terhadap siapapun akan dilaksanakan berdasarkan ajaran Kistus-Yesus.

ii). Baptisan yang dilaksanakan Gereja, khususnya GPIB ( kasus ini sudah dibicarakan sejak zaman Bapa – Bapa Gereja ), dilaksanakan dan dilayankan juga kepada anak-anak kecil. Pemahaman ini diadakan berdasarkan prinsip dogmatis tentang Berkat Perjanjian ( sesuai dengan formulasi Liturgi Baptisan Kudus GPIB ), untuk memenuhi pemahaman eksegesis yang dilakukan GPIB tentang ucapan Kristus-Yesus "Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga”. (Mat. 19:14).

TENTANG BAPTISAN ORANG DEWASA

Sudah sejak lama (tahun 82) GPIB telah menetapkan dalam Persidangan Sinode, khususnya tentang Baptisan Orang Dewasa, bahwa hal itu tidak dilaksanakan lagi. Baptisan Orang Dewasa, dilakukan bersamaan (sekaligus) pada peristiwa sidi, di mana yang bersangkutan mengakui dengan nyata-nyata iman kepada Allah Tritunggal Mahakudus yang memanifestasikan diri di dalam Kristus-Yesus, dan oleh pimpinan Rohkudus. Pengakuan iman dengan nyata-nyata itu dilaksanakan dalam Ibadah Minggu GPIB dengan memakai LITURGI GPIB yang sudah disahkan oleh PERSIDANGAN SINODE.

Ketetapan PS GPIB di bidang PERANGKAT TEOLOGI, khususnya Akta Gereja itu, wajib dilaksanakan oleh seluruh Jemaat.

Khususnya terkait penyelenggaraan PEMBERKATAN PERKAWINAN KRISTEN antar dua insan yang berbeda keyakinan agama dan berbeda jenis kelamin. Apa yang telah ditetapkan GPIB itu berujung pada pemahaman, menurut pendapat beta, GPIB tidak merekomendasikan pembabtisan Orang Dewasa mendahului pengakuan iman dengan nyata-nyata (khusus dalam kasus perkawinan antar agama). Seorang calon mempelai yang berbeda keyakinan wajib mengikuti katekisasi khusus dan katekisasi pra-nikah, kemudian ia diteguhkan imannya (Sidi), sebelum perkawinannya diberkati di dalam sebuah Ibadah Jemaat.

Apakah GPIB mengakui pembabtisan orang dewasa yang dilakukan oleh Gereja ‘lain’ ?

Pertanyaan ini berbeda dari penjelasan di atas. Jika seseorang yang berbeda agama, karena keyakinannya sendiri, tanpa dipaksakan dan atas kemauan bebasnya, ia memilih berpindah agama dan hal itu dilaksanakan oleh Gereja yang berbeda dengan GPIB, maka pada prinsipnya GPIB menerimanya. Hal itu bukan berarti, secara otomatis ia diijinkan atau diluaskan untuk mengikuti Sakramen Perjamuan Kudus. Menurut ketetapan PS GPIB, yang bersangkutan wajib mengikuti proses katekisasi, sebelum ia diluaskan / diijinkan mengikuti Perjamuan Kudus.

Mudah – mudahan penjelasan teologis ini dapat memudahkan kita memahami dan mengerti prinsip GPIB tentang Baptisan sesuai dengan Penjelasan mengenai PEMAHAMAN IMAN GPIB 2007 yang dirandaskan (menjadi RANCANGAN DASAR) dalam hasil Ketetapan PST di Batu Ampar, Batam tahun 2007 lalu.

2. LANDASAN HUKUM

Menurut beta, pelaksanaan baptisan kudus, baik terhadap seorang anak maupun seorang dewasa (termasuk pengakuan iman dengan nyata-nyata) terkait langsung dengan konteks sosial. Dan, konteks sosial yang beta maksudkan itu bersentuhan langsung dengan aspek HUKUM : Hukum Negara dan Hukum Gereja.

DASAR HUKUM GEREJA

Pengadaan Hukum Gereja bertujuan untuk menata tertibkan seluruh pekerjaan pelayanan-kesaksian yang dilaksanakan dan diselenggarakan Gereja serta orang percaya (Warga Jemaat). Hal ini dapat dilihat dari pernyataan Paulus :

2.a. “ Hendaklah kamu berusaha mempergunakannya untuk membangun Jemaat. ” ( I Kor. 14 : 12 ).
2.b. “Segala sesuatu harus berlangsung dengan sopan dan teratur” ( I Kor. 14 : 40 )
2.c. “Sebab Allah tidak menghendaki kekacauan, tetapi damai sejahtera” ( I Kor. 14 : 33 )

Sekalipun beta kurang mengerti dan memahami dasar-dasar Hukum Positif pada hirarkhi Hukum Negara Republik Indonesia, namun beta percaya, bahwa maksud dan tujuan seperti tertulis di atas juga terkandung di dalam pengadaan Hukum di Indonesia.

Berdasarkan pernyataan Paulus di atas, beta menyoroti kasus yang dikemukakan oleh Bung Notje Manuhutu, sebagai berikut :

Teman2, mohon pencerahannya untuk kasus ini. Seorang anak kecil di sebuah jemaat GPIB di Jabodetabek akan dibaptis. Tetapi ayah anak itu bukan seorang Kristen, apalagi warga GPIB. Tetapi ibunya adalah warga GPIB. Jelas, pernikahan mereka belum diberkati di Gereja. Ibu anak itu meminta kepada Pendeta agar anaknya dibaptis. Tetapi pendeta GPIB itu menolak dengan alasan : pertama, ayah anak itu belum menjadi orang Kristen (belum baptis dan sidi). Kedua, pernikahan ayah dan ibu anak itu belum diberkati di gereja. Pertanyaannya : secara teologis alkitabiah, benarkah penolakan yang dilakukan oleh Pendeta GPIB itu ? Apakah penolakan yang dilakukan oleh pendeta GPIB itu adalah sikap GPIB sebagai gereja ? Teman2 di Departemen teologi GPIB, tolong berikan jawaban supaya para pendeta GPIB di jemaat tidak salah melangkah.

Penjelasan Identitas, meskipun beta adalah salah satu dari anggota Departemen Teologi GPIB, akan tetapi penjelasan beta ini tidak mewakili Depatemen Teologi secara resmi (sebab hal ini belum didiskusikan bersama). Pada sisi lain, terdorong rasa tanggungjawab ( sense of responsibility ) bersama, beta melakukannya berdasarkan ketulusan motivasi yang lahir dari kejujuran hati. Oleh karena itu, beta mohon maaf kepada rekan-rekan Departemen Teologi, jikalau kalian sampai ke dalam penilaian negatif terhadap sikap beta seperti ini.

1. POSISI GEREJA

Menurut pendapat beta, sejak dahulu, sebuah Gereja pun tidak boleh menaruh syak wasangka terhadap kemauan / kehendak bebas seseorang untuk membaptiskan diri (termasuk : anak atau anak-anaknya). Sebab jika hal itu dikemukakan, maka Gereja telah melanggar tujuan dan maksud Allah membebaskan / menyelamatkan manusia (Teologi tentang KESELAMATAN, lihat penjelasan PEMAHAMAN IMAN GPIB, 2007 ). Gereja dipanggil dan diutus oleh Kristus-Yesus, Tuhan dan Kepala, untuk merealisasikan (mengoperasionalkan) rencana pembebasan / penyelamatan Allah kepada semua manusia termasuk alam semesta (bd. Mrk. 16 : 15 dst).

Oleh karena itu, Gereja (termasuk di dalamnya GPIB) tidak menaruh keberatan apapun, jika seseorang, yang oleh keinginan / kemauannya, tanpa terpaksa siapapun mau memberi diri untuk dibaptis.

2. KONTEKS SOSIAL

Akan tetapi pelaksanaan Misi Gereja (GPIB) diadakan dalam konteks sosio-budaya, di mana manusia dilahirkan dan dibesarkan. Di sana sudah ada sistem yang tetap. Sudah ada adat-istiadat, nilai-nilai dan aturan-aturan agama, nilai-nilai dan aturan-aturan hukum tertulis dalam masyarakat yang wajib dipatuhi oleh anggota-anggota komunitasnya.
Dalam hal ini Gereja, sebagai institusi sosio-religius, wajib memperhatikan hal-hal tersebut. Di sinilah Gereja bersentuhan / bersinggungan dengan nilai-nilai sosio-religius serta aturan-aturan hukum positif (termasuk adat-istiadat) yang berlaku.

3. SIKAP GEREJA TERHADAP PELAKSANAAN BAPTISAN NON-KRISTEN

GPIB, secara prinsipal : berdasarkan tugas yang dimandatkan oleh Kristus-Yesus, Tuhan dan Kepala Gereja, tidak menolak pelaksanaan pembaptisan kudus atas siapapun yang ingin / mau serta tidak merasa dipaksa menjadi kristen (pengikut Kristus-Yesus). Dengan sukacita dan gembira GPIB menyambut keinginan orang-orang itu ( lih. penjelasan Liturgis Baptisan Kudus GPIB ).

Akan tetapi GPIB menyadari, bahwa ia diutus ke dan di tengah-tengah dunia. Dunia yang dimaksudkan bukanlah dunia yang homogen tetapi yang heterogen (plural / beragam). Suatu dunia yang sudah menjadi. Yang berbeda dari Gereja selaku organ kehidupan. Memiliki karakter tersendiri. Yang memiliki nilai-nilai dan aturan-aturan yang berlaku.

Dalam melaksanakan tugas panggilan dan pengutusannya, Gereja selalu diingatkan akan ucapan Kristus-Yesus, Tuhan dan Kepalanya : "Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati, waspadalah terhadap semua orang ...” (Mat. 10:16-17a). Bertolak dari catatan yang diberikan Kristus-Yesus, Gereja menggariskan kebijakan-kebijakan (yang pada akhirnya ditetapkan selaku perarturan) terkait dengan persyaratan pelaksanaan baptisan kudus ke atas orang-orang non-kristiani. Salah satunya adalah : Pernyataan ijin tertulis yang diberikan oleh pihak yang ingin dibaptis (dengan ditandatangani oleh saksi, yakni : orangtua / wali bagi yang masih dalam asuhan, serta yang bersangkutan jika sudah akil baliq), bahwa ia tidak terpaksa, tetapi terdosorng oleh kenginan yang benar dan motivasi yang tulus, mengakui Kristus-Yesus selaku Tuhan dan Juruselamat, serta datang kepada Gereja untuk
minta dibaptiskan (bagi anak / anak-anak) ataupun mengikuti pelajaran katekisasi untuk menerima baptisan dewasa dan peneguhan sidi.

Surat Pernyataan tertulis ini patut ditandatangani di atas kertas bermeterai atau kerta bersegel, dengan maksud dan tujuan : apabila di kemudian hari terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, karena gugatan atau sanggahan pihak lain yang terkait, maka Gereja dibebaskan dari tuntutan-tuntutan Hukum Negara yang berhubungan dengan kehidupan beragama di Indonesia.

Sahabat-sahabatku, khususnya Bung Notje Manuhutu !

Maafkanlah beta, jika tulisan ini terlampau panjang. Tetapi ketahuilah, beta hanya ingin membantu menjelaskan apa yang beta yakini dan pikirkan tentang persoalan ini. Terima kasih. Tuhan memberkati kita dalam pekerjaan pelayanan untuk kemuliaan nama-Nya.

Hormat dan Salam,

KAPTEN MUSLIM di Medan selalu berjuang